Bahrum Rangkuti


Bahrum Rangkuti awal kepengarangnya ditandai oleh hasil karyanya yang berupa naskah sandiwara radio dan puisi. naskah sandiwara yang dikaranya, antara lain, “Laila Majenun” , “Asmara Dahana” , dan “Sinar Memantjar dari Djabal En Nur”. Kepengarangan Bahrum Rangkuti diwarnai pikiran – pikiran Iqbal, seorang pengarang Pakistan yang dikaguminya. Hal itu tampak lebih jelas ketika dia membacakan puisi – puisi Iqbal di Taman Ismail Marzuki tahun majalah Pandji Poestaka, Pantja Raja, Gema Suasana, Gema, Siasat, dan Horison.sebagian besar puisinya belum sempat diterbitkan, tetapi sudah terkumpul dengan judul “Nafiri Tjiputat”.

Bahrum Rangkuti lahir tanggal 17 Agustus 1919 di Galang, Riau. Nama lengkapnya adalan Bahrum Azaham Syah Rangkuti pane Al Paguri. Ibunya bernama Siti Hanifah Siregar yang menyenangi tasawuf dan mistik. Ayahnya bernama Muhammad Tosib Rangkuti yang mendalami tarikat. 

Tahun 1947 Bahrum Rangkuti menikah dengan gadis yang berasal dari Sumatra Utara, yaitu Apul Barubara. Dia seorang bodan. Nyonya Apul Batubara sangat mendorong orang yang senang beramal saleh. Untuk itu, pasangan suami istri ini ingin mengubah situasi orang – orang yang terlantar agar kehidupan kereka menjadi lebih baik.

Pasangan Bahrum Rangkuti dengan Apul Batubara dikaruniai empar orang anak, dia laki – laki dan dua perempuan, yaitu Komarul Zaman, Fachrunnisa, Mahmuda Suraya, dan Basiruddin.
Ketaatannya terhadap agama diwarisi dari ibunya, di samping itu dari pelajaran agama yang diperoleh sejak kecil dari madrasah. Sampai akhir hayatnya dia tetap berkecimoungan dalam dunia keagamaan (Islam) baik sebagai penceramah, dosen, maupun sebagai pengelola yayasan untuk orang – orang yang terlantar.

Menurut Indonesia O. Galelano, seorang wartawan dan sastrawan, Bahrum Rangkuti sekeluarga selalu sederhana dalam hidupnya. Doa mengawali kegiatan sosialnya dengan mengelola orang – orang yang terlantar, pada saat dia berusaha sebagai penjual minyak tanah di rumahnya., di Kebon Kacang. Sejak kecil Bahrum Rangkuti sudah mengenal dan mencintai Bahasa Arab karena pendidikan agamanya berawal di madrasah. Kemahirannya berbahasa arab bertambah ketika dia berguru pada hamka di Medan selama enam bulan.

Pendidikan umum Bahrum Rangkuti diawali di Hollands Inlandche School (HIS) setingkat dengan sekolah dasar sampai tahun 1933 di Medan. Setamat dari HIS, dia melanjutkan pendidikannya ke Hogere burger school (HBS), setingkat dengan sekolah menengah pertama, di Medan dan tamat tahun 1937. Setelah tamat dari HBS, Bahrum Rangkuti melanutkan studi ke algemene middelbare school (AMS) di Yogyakarta, setingkat dengan sekolah menengah atas, dan tamat tahun 1940. Dari Yogyakarta dia pindah ke Jakarta dan meneruskan pendidikannya ke Faculteit der lettern yang kemudia menjadi fakultas Sastra, universitas Indonesia. Di situ dia belajar bahasa – bahasa Timur sampai tingkat sarjana muda. Akan tetapi, sebelum menamatkan kuliahnya, tahun 1950 Bahrum Rangkuti mendapat kesempatan belajar di Jamiatul Mubasheren, Rabwah, Pakistan.

Tokoh yang dikaguminya adalah Muhammad Zafrullah Khan, folosof islam yang pernah menjabat Menteri Luar Negeri Pakistan. Disamping itu, dia sangan terpikat oleh pikiran – pikiran Muhammad Iqbal. Bahakan, Bahrum telah menerjemahkan kumpulan puisi Muhammad IQbal yang berjudul Asrar-i-Khudi ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Rahasua – Rahasia Pribadi”.

Sekembali, dari Pakistan, Bahrum Rungkuti melanjutkan kuliahnya di Fakultas Sastra, Universitas Indonesia dengan mengambil studi tentang sastra islam dan tamat tahun 1960. Dia menguasai tujuh bahasa, yaitu Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Arab, Urdu, dan Melayu.

Keberhasilan studi Bahrum Rangkuti hingga memperoleh gelar professor tidak terlepas dari jasa beberapa tokoh, seperti Prof. Hoesein Djajadiningrat yang mengajarkan Sejarah dan Lembaga – Lembaga Islam yang selalu meminjamkan buku – buku serta membuka pintu rumahnya seluas – luasnya untuk Bahrum Rangkuti.

Pekerjaan Bahrum Rangkuti meliputi berbagai bidang, seperti pengarang, guru, wartawan, rohaniwan, pegawai negeri, dan militer.
Di bidang kewartawanan, pada masa Jepang tahun 1942 – 1945, Bahrum Rangkuti bekerja sebagai Hoso Kanrikyoku. Saai itu dia juga memasuki Gerakan Baru, organisasi pemuda – pemuda Indonesia yang menyongsor kemerdekaan. Malang baginya, karena organisasi ini dituduh hendak memberontak oleh pemerintah jepang, dia lalu ditangkap dan dipenjara di Rumah Tahanan Seksi III  Senen bersama Basuki Resobowo, Chairil Anwar, dan Burhanuddin Muhammad Diah.

Tahun 1945 – 1950 dia memasuki Barisan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tahun 1947 Bahrum Rangkuti menjadi anggota Tentara Rakyat. Ketika itu dia mencoba melarikan jip tentara Belanda yang menurut rencanaya akan diserahkan kepada tentara Republik di Cikampek. Namun, sebelum rencana itu berhasil, dia dan teman – temannya ditangkap Belanda sehingga ditahan di Glodok.

Setelah merdeka, Bahrum Rangkuti mendapat kesempatan manjadi sekretaris dan guru bahasa Urudu dan bahasa Inggris di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Karachi, Pakistan. Kesempatan itu juga di manfaatkannya untuk memperdalam agama Islam di Islamic Studies.
Tahun 1953 Bahrum pulang ke kampong halamannya. Saat itu, lahirlah kumpulan puisinya yang berjudul “Nafiri Ciputat”.
Sebagai seorang rohaniwan, Bahrum Rangkuti seing berceramah agama Islam. Berkat ceramahnya tentang aspek sosial hari raya  dan Mikraj di muka para perwira ALRI, akhirnya dia diminta menjadi Ketua Dinas Perawatan Rohani Islam Angkatan Laut dan di beri pangkat colonel titular.



Sumber : Endiklopedia Sastra Indonesia Modern - Pusat Bahasa-Rosda Karya

0 Response to "Bahrum Rangkuti "